Jumat, 1 November 2013
Merdeka.com
- Produk
ilegal sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Penyitaan dan pemusnahan
produk-produk ilegal juga bukan hal baru lagi di Indonesia.
Ambil contoh awal Juli lalu,
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Tanjung
Perak Surabaya, Jawa Timur, memusnahkan 304 kontainer berisi produk
holtikultura ilegal. Tidak tanggung-tanggung, nilainya mencapai Rp 30 miliar.
Tidak hanya produk hortikultura,
produk ilegal jenis lainnya juga deras mengalir ke dalam negeri. Belum lama
ini, Bea Cukai Jakarta memusnahkan 4.304 botol minuman keras dan 34.000 keping
video compact disc serta 11.000 bungkus rokok ilegal. Nilainya mencapai Rp 12
miliar.
Produk ilegal yang juga banyak tersebar di Indonesia adalah
telepon genggam atau ponsel. Hal ini pernah dikeluhkan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Saat menggelar sidak di sebuah pusat
perbelanjaan di Jakarta, dia menyebutkan saat ini di Indonesia menjadi surga
produk ilegal, khususnya ponsel.
Ada 250 juta unit ponsel yang
tersebar di seluruh Indonesia, 30 persennya atau sekitar 77 juta unit belum
terdaftar imeinya alias ilegal. Data terbaru yang dimiliki Kementerian
Perdagangan, peredaran barang yang melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen
terus meningkat sejak 2011.
Kementerian Perdagangan menemukan
307 produk melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sepanjang
April-September 2013. Dari produk sebanyak itu sekitar 72 persen merupakan
produk impor.
Berdasarkan parameter pengawasan,
112 kasus merupakan pelanggaran Standar Nasional Indonesia (SNI), 78
pelanggaran terkait ketiadaan buku manual dan kartu garansi, 21 pelanggaran
terkait ketentuan distribusi. Jika dihitung sejak 2011, kemendag telah
menemukan 1.028 kasus pelanggaran produk.
"Artinya hampir 30 persen
kasus terjadi dalam dua tahun terakhir, terjadi peningkatan pesat dari temuan.
Saya bisa sebut sebagian besar datangnya dari China," kata Wakil Menteri
Perdagangan Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Kamis (31/10).
Bayu mengatakan, kebanyakan
produk melanggar tersebut adalah alat elektronik tanpa kartu garansi dan buku
panduan manual. Jumlah kasusnya selama 6 bulan terakhir mencapai 56 persen.
"Terbanyak masih tetap
produk elektronik yang melanggar, karena begitu banyak jenisnya, kemudian alat
rumah tangga," katanya.
Sayangnya, hukum masih tumpul
untuk menyikat habis produk-produk ilegal serta pelakunya. Sepanjang 2011-2013,
ada 1.028 produk bermasalah. Sedangkan dalam 6 bulan terakhir, ditemukan 307
kasus, dengan pelanggaran didominasi oleh produk impor asal China. Dalam kurun
April-September kemarin, 56 persen barang bermasalah adalah alat elektronik, 10
persen spare part kendaraan bermotor, dan 9 persen alat rumah tangga. Namun,
baru dua kasus yang diselesaikan di ranah hukum.
"Proses hukum ternyata
lambat, karena diikuti pengumpulan fakta, dan pembuktian," kata Bayu.
Pemberhangusan produk-produk
ilegal tidak serta merta bisa dilakukan jika kebutuhan masyarakat tidak
dipenuhi. Itu salah satu cara untuk meredam membanjirnya produk ilegal lantaran
tingginya kebutuhan dan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia.
Seiring dengan itu, lanjut Bayu,
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan harus memperketat
pengawasan barang masuk ke wilayah Indonesia.
"Dalam inspeksi Bea Cukai,
ada proses di antaranya tidak menggunakan pemeriksaan individual, hanya
dokumen. Ke depan harus sampel, karena tidak semua barang dilakukan pemeriksaan
satu-satu, ini kunci," tegas Bayu.
Sumber :
Analisis :
Bukan hal
yang tabu di Indonesia banyak beredar barang-barang illegal. Mengapa tidak? Ini
merupakan sebab dari lemahnya pengawasan barang masuk ke dalam wilayah
Indonesia. Kemungkinan besar terjadi kongkalikong terhadap pelaku dengan
pengawas bea cukai di Indonesia yaitu penyuapan. Oleh karena itu, pemerintah
terutama Menteri Perdagangan harus bersikap tegas mengusut masalah ini, karena
sudah tidak asing lagi barang-barang illegal di telinga masyarakat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar